Sunday, October 28, 2018

Data Produksi Pangan Harus Dicek Kembali

Kekeliruan data produksi pangan, terutamanya produksi beras, dalam beberapa tahun paling akhir berefek pada kebijaksanaan pemerintah. Karena data yang tidak tepat, pemerintah tidak dapat menghadapi beberapa keadaan terpenting mengenai tersedianya pangan.

Ekonom Kampus Indonesia (UI), Lana Soelistianingsih, menjelaskan, bila telah salah data, semestinya Presiden ambil sikap tegas. Kelirunya data, sudah memunculkan beberapa implikasi ekonomi. Dia memberikan contoh, klaim surplus beras membuat pemerintah tidak menghadapi stock beras yang berimbas langkanya beras di market. Akhirnya, harga beras jadi labil.

Baca Juga : Harga Penutup Lantai dan Harga Penutup Lantai Vinyl

"Karena itu, harga berasnya dapat melompat-melompat, tidak konstan. Walau sebenarnya, itu kan adalah pangan yang sangat diperlukan oleh penduduk kita," tutur Lana dalam tayangan persnya yang di terima Investor Daily, di Jakarta, Jumat (26/10).

Lana menjelaskan, bila dilewatkan selalu tanpa pengawasan jadi defisit pangan terutamanya beras akan semakin besar di hari esok. Menurut dia, bila stock pangan saja tidak dapat memenuhi, bermakna kedaulatan pangan melemah serta semakin tergantung import.

Dia juga mengapresiasi data paling baru dari BPS serta minta semua pihak terima data paling baru ini untuk dapat membuat kebijaksanaan yang lebih baik untuk kebutuhan pangan ke depan. "Data paling baru ini harus jadi langkah awal untuk ke arah perbaikan pangan di masa yang akan datang," pungkasnya.

Ketidaksamaan data produksi beras vs BPS serta Kemtan di tahun 2018 ini memang tampak tidak sama. Kemtan mengaku di tahun ini produksi beras dapat sampai 46,5 juta ton. Berarti, surplus dapat sampai 13,03 juta ton sebab mengkonsumsi nasional untuk komoditas ini cuma 33,47 juta ton dalam setahun.

Walau sebenarnya, data paling baru BPS mencatat, produksi beras di 2018 seputar 32,42 juta ton. Dengan jumah ini, surplus yang terdaftar cuma 2,85 juta ton sebab mengkonsumsi sampai 29,57 juta ton.

Baca Juga : Harga Penutup Lantai Homogenousn dengan Menghitung Kebutuhan Cor

Kepala BPS, Suhariyanto menjelaskan, sebab terdapatnya ketidaksamaan luas tempat baku sawah. Kementan masih tetap memakai luas tempat baku sawah sebesar 7,75 juta hektare (ha) sesuai dengan SK Kepala BPN Nomer 3296/ Kep-100.18/IV/2013 Tanggal 23 April 2013.

"Walau sebenarnya aslinya, luas tempat baku sawah sekarang ini cuma 7,10 juta ha. Saat luas tempat baku sawahnya salah, semua dapat salah," tutur ia.

Dalam vs yang paling baru ini, luas tempat baku sawah sendiri diawasi melalui citra satelit serta penelusuran langsung. Walau surplus dengan tahunan, didapati juga dari data BPS terdapatnya prediksi defisit sampai 2,53 juta ton pada tiga bulan paling akhir tahun ini.

Diproyeksikan jika dalam tiga bulan paling akhir data produksi beras nasional cuma 3,94 juta ton. Selain itu, keperluan mengkonsumsi beras nasional di periode yang sama sampai 7,45 juta ton. Karenanya ada data produksi per bulan melalui metodologi baru BPS, diinginkan pemerintah dapat terbantu membuat kebijaksanaan yang lebih pas.

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fauzi Amro memandang, penyempurnaan cara perhitungan produksi beras memakai pengawasan satelit yang dikerjakan BPS, LPI, LAPAN, serta pihak berkaitan yang lain, adalah langkah pas.

No comments:

Post a Comment